Derivat dan atau Penjelasan Lanjut DTP-001:
Pemberantasan Pencurian Uang Negara
Pencurian uang negara atau biasa dikenal dengan istilah yang lebih halusnya korupsi kabarnya telah diklasifikasi sebagai extraordinary crime yaitu kejahatan luar biasa. Karena terjadi secara Terstruktur Sistematis dan Masif alias TSM. Mungkin capres Prabowo lebih bisa menjelaskan maksud daripada istilah TSM. *_* BTW, tulisan ini dibuat karena kemarin ada keinginan mendaftar lowongan kerja sebagai Komisioner KPK. Tapi gak jadi ah… nulis ini saja hasil pemikiran akibat dari membacai undang-undang. Juga dapat dikatakan sebagai derivat atau penjelasan lebih lanjut terhadap beberapa poin dalam counter legal draft Konstitusi DTP.
Nah, karena extra ordinary maka pemberantasannya pun harusnya berupa tindakan-tindakan yang bersifat extra ordinary juga. Tetapi faktanya tindakan yang disebut extra ordinary itu faktanya hanya berupa pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi saja. Tidak lebih tidak kurang. Hanya karena ketidakpercayaan pada aparatur penegakan hukum yang ada yaitu kejaksaan dan kepolisian maka berdirilah apa yang disebut dengan KPK.
Oleh karena itu berangkat dari pengamatan dan pembacaan hukum normatif berikut ini diuraikan pemikiran Gerakan Demokrasi Tanpa Partai tentang apa seharusnya tindakan extra ordinary yang dapat dilaksanakan satu per satu atau langsung seluruhnya secara komprehensif yaitu antara lain sebagai berikut:
- Nilai Korupsi Satu Milyar adalah Prioritas dan bukan Pembatasan Kewenangan KPK
UU tentang KPK yang berlaku saat ini bersifat membatasi kewenangan KPK hanya mengusut kasus yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1 Milyar. Pembatasan ini termasuk salah satu penghalang KPK menegakkan pemberantasan korupsi secara lebih masif. Juga pada dasarnya kurang jelas kerugian yang dimaksudkan adalah jika terjadi dalam satu kejadian pokok atau kumulatif kerugian yang diakibatkan oleh tindakan korupsi satu orang sepanjang karir korupsinya. Jika dimaknai pembatasan maka juga bertentangan dengan asas zero tolerance.
Tindakan extra ordinary terkait hal ini adalah angka kerugian negara dimaksudkan hanya bersifat prioritas dan bukan pembatasan. KPK memprioritaskan pengusutan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1 Milyar tetapi tidak menutup kewenangannya untuk mengusut korupsi yang merugikan keuangan negara di bawah nilai tersebut.
- Penjebakan dan Penghargaan bagi Pengungkap Korupsi
Mentalitet aparatur dan penyelenggara negara harus bebas dari keinginan korupsi. Mengingat menemukan setidaknya dua bukti korupsi bukan perkara sederhana maka penjebakan dibenarkan secara hukum sebagai suatu bukti operasi tangkap tangan selain akan memudahkan pemberantasan korupsi juga menciptakan suatu kewaspadaan pada aparatur agar tidak coba-coba menerima suap dari siapapun juga karena sangat mungkin itu adalah penjebakan dan bukan penyuapan sesungguhnya. Penjebakan harus dipandang sebagai bukti di pengadilan.
Menurut kisah nyata para pengusaha banyak di antara mereka yang diminta kick back sebelum maupun sesudah suatu proyek dimenangkan dan dikerjakan. Nah, KPK harus harus memberi peluang kerjasama penjebakan kepada para pengusaha dimaksudkan. Secara hukum kepada penjebak harus diberikan jaminan keamanan dan dibebaskan dari segala tuduhan kerjasama korupsi dalam perkara dimaksudkan. Bahkan perlu diberikan penghargaan misalkan sebesar 20% dari nilai suap yang hendak dijebakkan atau sebanyak-banyaknya Rp 100 juta. Dengan demikian jelas ada insentif bagi pelapor dan penjebak bahkan perlu dibuat perusahaan-perusahaan yang memang bertujuan menjebak. Maka diharapkan seluruh aparatur negara menjadi berpikir ribuan kali untuk melakukan transaksi tercela (maling uang negara).
- Hukuman Isolasi Seumur Hidup (Quasi-Death Penal)
Karena Gerakan Demokrasi Tanpa Partai berkehendak menghapuskan hukuman mati yang bersifat pencabutan nyawa oleh sesama manusia biasa. DTP hanya mentolerir pencabutan nyawa oleh Tuhan Pencipta Manusia saja. Sebagai pengganti hukuman mati adalah isolasi penuh seumur hidup. Tentang mekanisme dan sebagainya akan diuraikan dalam artikel lain.
Hukuman mati dalam UU Pemberantasan Korupsi tidak disebutkan dengan tegas dan jelas kriterianya. Maka DTP mengusulkan suatu kriteria yang jelas dan itu hanya menyangkut besaran besaran kerugian negara yaitu jika merugikan keuangan negara sebesar Rp 1 milyar dalam satu kejadian (pokok perkara) dan sebesar Rp 250 juta dalam satu pokok perkara jika pelakunya adalah aparatur penegak hukum sendiri (hakim, jaksa, polisi, advokat). Karena angka dimaksud sudah keterlaluan dan didasari keserakahan yang luar biasa.
- Pembuktian Terbalik Bersyarat
Pembuktian terbalik pada dasarnya bertentangan dengan prinsip keadilan secara umum. Tetapi prinsip keadilan secara umum ini dapat diabaikan dalam hal seseorang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang dibuktikan tidak melalui mekanisme penjebakan. Jika seseorang telah terbukti melakukan tindak pidana maka kepadanya dibebankan asas pembuktian terbalik terhadap kekayaan lainnya. Jika tidak bisa membuktikan kekayaannya yang lain maka dianggap juga sebagai hasil kejahatan dan harus disita oleh dan untuk negara.
- Penggantian Kerugian Negara Sepenuhnya dan Penghapusan Hukuman Subsider
Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi harus menjadi tanggungan terpidana seluruhnya. Segala bentuk hukuman juga tidak bisa diganti dengan subsider dengan uang. Jika kekayaan yang ada kurang maka menjadi piutang negara pada yang bersangkutan dan dapat disita dari harta terpidana baik yang sudah ada maupun yang akan ada.
- Kebijakan Rumah Kaca
Seluruh penyelenggara negara dan pejabat-pejabat tertentu lainnya diwajibkan untuk membuat pembukuan hidupnya dan keluarga intinya. BPK RI dapat menyediakan sistemnya dan juga menugaskan satu atau lebih pegawainya untuk melaksanakan fungsi pembukuan dimaksudkan. Sistem dilaksanakan secara online sehingga dapat langsung diaudit setiap waktu. Juga resume laporan keuangannya dapat diakses masyarakat luas secara real time.
Melanggar asas privacy…? Kalau mau memberantas korupsi ya demikianlah. Kebijakan ini bukan soal melanggar privacy tetapi tentang pilihan. Pilihan ada di tangan penyelenggara negara sendiri. Jika tidak bersedia hidup dalam rumah kaca berhentilah. Pensiun dini! Agar anggota masyarakat yang berdedikasi dan tidak menyimpan niat menjadi maling dapat menggantikan anda. Ini tentang pilihan bebas!
- Perbaikan Mekanisme Pemilihan Komisioner
Tentang hal ini sudah jelas bahwa pansus hanya beranggotakan orang yang jumlahnya terbatas. Presiden RI pun dapat intervensi diam-diam karena dia yang memilih dan mengangkatnya. DPR pun hanya satu komisi saja. Jumlah penyaring harus diperbanyak dan sebagainya. Jumlah pemilih pun harus seluruh anggota lembaga perwakilan seluruh tingkatan. Tentang hal ini akan dijelaskan dalam uraian soal lain lagi yaitu tentang mekanisme pemilihan pejabat negara yang dirancang DTP dan telah dituangkan dalam counter legal draft.
##semoga manfaat##